26/09/2015
Robot, Manusia dan Ekonomi Baru
Syamsu Alam
Source: vividscreen. info/pic/chappie.jpg |
Apa jadinya
jika robot mampu mengkudeta peran manusia? Robot bisa saja merupakan The Future of Employment, atau wakil
manusia dimuka bumi. Robot bisa saja menggantikan polisi yang tidak bisa
memberi rasa aman di kota ini, dimana rasa takut kepada jambret dan begal menggantikan
malam-malam kita yang asik ngerumpi di warung kopi.
RoboCop
adalah salah satu robot superhero yang paling populer di hampir semua tingkatan
usia. Robot polisi penumpas kejahatan dan penegak keadilan. Ada banyak film
dengan genre teknologi AI (Artificial
Intelegence) atau populer dengan istilah kecerdasan buatan yang beredar di
pasaran. Dan boleh jadi adalah bidang yang sangat berkembang dengan pesat. Ada
film yang mengeksplorasi bagaimana transformasi peran antara manusia dengan robot, bahkan dalam
film-film AI terbaru seperti Transendence (2014), Lucy (2014), Exmachine
(2015), Chappie (2015) dan lain-lain lebih jauh melampaui versi-versi robot sebelumnya.
Sang sutradara seolah-olah hendak menyampaikan pesan kegagalan manusia
mengelola dan memakmurkan kehidupannya sendiri.
Pergantian
peran antara robot dan manusia bukan sekedar pergantian tenaga kerja tetapi
mereka bisa melakukan transeksual hingga perpindahan atau pertukaran alam sadar
(alam rasional) atau kecerdasan. Apa yang terjadi jika suatu saat manusia bisa
mencipta robot yang bisa belajar sendiri yang memungkinkan kecerdasannya
melampaui penciptanya? Pertanyaan tersebut menyerupai pertanyaan para penggila
pengetahuan yang mempertanyakan bisakah tuhan menciptakan batu, dan batu
tersebut tidak bisa diangkatnya sendiri?
Bagaimana pula jika robot-robot tersebut bisa diinstall semacam stimulus
emosi, simpati dan empati yang memungkinkan si robot lebih berempati dan
mempunyai simpati dibanding penciptanya sendiri. Atau jangan-jangan ini adalah
penanda terjadinya revolusi industri baru atau penanda bahwa siapapun yang
menguasai kecerdasan mengolah besi maka dialah yang akan menguasai dunia,
entahlah !
Dalam
literature ekonomi kecerdasan adalah faktor produksi yang paling utama, tanpa
mengabaikan peran penting faktor tanah, tenaga kerja dan modal. Kecerdasan rasional
(alam sadar) adalah ukuran kemuliaan manusia modern. Rasionalitas adalah kunci
model ekonomi lama, dimana pikiran rasionallah yang membimbing produsen,
konsumen, rumah tangga, pemerintah untuk memenuhi self-interest mereka.
Self-interest bukanlah kosakata baru. Plato memposisikan Self-interest sebagai sesuatu yang negatif. Menurutnya self-interest merupakan biang kejahatan
dan dosa. Baginya hanya akan mendorong individu berlaku tidak adil terhadap
orang lain. Sementara Aristoteles memandang self-interest
secara ambigu. Menurutnya, self-interest
tidak selalu negatif, melainkan juga positif. Menurutnya self-interest pada dasarnya terbagi menjadi dua: bad self-interest dan good self-interest. Bagi Aristoteles good self-interest terjadi ketika
individu mengutamakan pula kepentingan umum (common
interest). Perdebatan tentang self-interest
bukan hanya terjadi dikalangan filosof, bahkan ditingkatan praktis tidak
kalah sengtinya.
Dinamika self-interest
seolah betul- bentul menemukan kediriannya (the
self). Ketika Bentham yang melihat self-
interest sebagai perkara psikologis individual. Menurutnya meskipun selain
self- interest terhubung dengan kepentingan masyarakat, namun self-interest
dianggap lebih utama. Selanjutnya Nietzsche, yang melihat self interest sebagai afirmasi diri dari kehendak will to power. Begitu juga dengan Ayn
Rand, yang melihat self-interest
sebagai tindakan individu rasional yang penuh integritas. Di dalam ekonomi,
pengertian self-interest sudah
dianggap barang jadi yang stabil dan tidak bisa diganggu-gugat, pun kalau ada
yang menyalahi prinsip dasar self-interest,
bisa di atasi dengan berbagai asumsi. Di hal ini, self-interest diyakini sebagai satu-satunya dasar bagi rasionalitas
tindakan manusia, maksimalisasi utility (kepuasan) oleh konsumen, dan
maksimisasi profit bagi produsen. Menurut Hirschman, dalam ilmu ekonomi konsep self-interest begitu cepat berkembang
sehingga menjadi suatu doktrin dan praktik dalam kehidupan sehari-hari. Pada
titik inilah Armatya Sen memandang Ilmu ekonomi sangat egois.
Bagi Sen, sifat egois yang disandarkan pada
mementingkan dan mengutamakan kepentingan diri semata tidak realistik, karena
dalam banyak hal tindakan manusia tidak murni egois, melainkan kombinasi dengan
utilitarian. Artinya pada derajat tertentu manusia akan selalu memikirkan
kepentingan orang banyak. Namun utilitarianisme tidak juga membantu menutupi
pekatnya egoisme. Sebab kepentingan semua orang pada dasarnya adalah
penjumlahan dari kepentingan masing-masing (self-interest)
atas nama keluarga, teman, kelompok, kelas sosial, dst. Hal ini berpotensi
terjadinya diktator mayoritas, ketika individu-individu yang menguasai koin dan
kekuasaan bahu-membahu membangun dinasti untuk memenuhi hasrat self-interest tanpa mempedulikan
keseimbangan semesta.
Armatya Sen mengususlkan pentingnya persentuhan
antara the self dan others
dengan menghadirkan simpati dan komitmen. Sen Mengilustrasikan begini, jika
kita mengetahui orang lain disiksa, lalu kita ikut merasakan sakitnya siksaan
itu, inilah yang disebut simpati. Jika penyiksaan terhadap orang lain, secara
personal tidak memberikan dampak buruk bagi kita, namun kita sadari bahwa
penyiksaan itu salah, lalu kita siap untuk menghentikan tindakan penyiksaan
tersebut, maka ini yang disebut komitmen.
Dengan kata lain, simpati merupakan suatu upaya
menempatkan perasaan dan perhatian (self)
kita kepada situasi apa dan bagaimana yang dirasakan orang lain. Sedangkan
komitmen adalah suatu kehendak yang muncul untuk melibatkan diri guna melakukan
perubahan positif terhadap situasi orang lain. Dari perbedaan pengertian di
atas, nampak bahwa simpati adalah suatu bentuk tindakan yang “minimalis”, pasif
dan masih membawa nuansa egoistiknya. Sedangkan komitmen merupakan tindakan
aktif, antisipatif dan ada keterlibatan aktif dengan yang lain.
Dalam imajinasi saya, jika simpati dan komitmen
hadir dalam interaksi dalam kehidupan (sosioekonomi dan politik) maka mungkin kita
tidak menemukan pasien yang mati di rumah sakit karena tidak ada biaya
pengobatan. Penyerobotan lampu merah di ‘traffict light’, mark-up dan korupsi
anggaran belanja publik, intimidasi mahasiswa yang kadang tidak rasional hanya
karena protes soal keadaan yang dianggapnya timpang. Rasisme dalam berbagai
bentuknya bisa di reduksi, kesalahan sosial yang dipicu oleh ketimpangan
sosioekonomi bisa diminimalisir.
Chappie (plesetan Happy) robot ciptaan Deon (Pemain
Slumdog Milionaire), boleh jadi menjadi representasi imajinasi saya. Chappie
adalah robot cerdas yang memiliki alam sadar, kecerdasannya bisa melampaui
kecerdasan manusia jika dilatih dengan baik dan benar. Chappie bisa menjadi
budak self-interest para gangster,
atau menjadi hero bagi warga yang
tertindas.
Robot boleh jadi adalah representasi manusia super
yang bisa menggantikan peran manusia dalam banyak hal. Pilihannya adalah apakah
robot akan menjadi komplemen (pelengkap) kehidupan manusia atau ia akan
mensubtitusi manusia. Jika robot adalah komplemen untuk kehidupan manusia
berarti kontrol masih ditangan manusia, namun jika sebaliknya yang terjadi maka
sangat mungkin perang dimasa depan adalah perang antara robot versus manusia.
Atau mungkin saja telah terjadi robotisasi (dalam arti mekanisasi) massif disebabkan
karena tiadanya pilihan lain selain menjadi budak koin dan kekuasaan.
Alternatif lainnya robot bisa mensubtitusi peran manusia dengan asumsi bahwa
robot sebagai karya kecerdasan buatan mampu melampaui kecerdasan penciptanya,
dan mempunyai simpati dan komitmen untuk melindungan yang lemah, mendistribusikan
kekayaan, maka mungkin ekonomi baru dan kehidupan baru benar-benar akan lahir, entahlah
Chappie !
@alamyin.
(Edisi lengkap tulisan dimuat di projek ebook "cyber dan tradisi literasi" :)
Readmore: Armatya Zen: Economic Development. Filsafat Moral Adam Smith (LIPI) Movie: Chappie (2015), Transendence (2014), Lucy (2014), Exmachine (2015),
(Edisi lengkap tulisan dimuat di projek ebook "cyber dan tradisi literasi" :)
Readmore: Armatya Zen: Economic Development. Filsafat Moral Adam Smith (LIPI) Movie: Chappie (2015), Transendence (2014), Lucy (2014), Exmachine (2015),
0 comments:
Post a Comment